Tak menunggu lama lagi, dua iven besar kepariwisataan akan digelar di
Sumatera Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan. Pertama adalah Tour de
Singkarak (TdS) yang rencananya akan diikuti oleh sekitar dua puluh
negara peserta dan 11 peserta kelas nasional.
Di iven yang sesungguhnya adalah perpaduan antara iven olahraga dan
pariwisata ini, ratusan bahkan ribuan orang dari luar negeri akan datang
ke Sumatera Barat. Mulai dari pembalap sampai kepada official serta
supporter dan penikmat wisata sendiri. Belum lagi dihitung orang-orang
dari dalam negeri yang tentu saja tak ingin ketinggalan memanfaatkan
momen ini untuk mengisi liburannya.
Sejarah baru bagi Kabupaten Pesisir Selatan, dimana TdS 2012
menjadikan daerah ini sebagai salah satu titik finish. Pesisir Selatan
menjadi titik finish etape VI dengan rute lintasan
Pariaman-Padang-Painan sepanjang lebih kurang 130 kilometer.
Hebatnya disaat yang sama, daerah ini juga akan digelar perhelatan
tahunan yang sudah sepuluh tahun menjadi agenda. Ia adalah Festival
Langkisau (FL) dan tahun ini merupakan kali ke sepuluh helat akbar "Rang
Pasisia" ini diadakan. Berbagai persiapan sudah dilakukan, mulai dari
soal tekhnis hingga non tekhnis.
Barangkali cukup hebat jika suatu daerah sudah mampu mengagendakan
satu iven yang dijadwal setiap tahunan seperti Festival Langkisau di
Kabupaten Pesisir Selatan ini. Kita tahu di Sumatera Barat ada beberapa
daerah yang memiliki agenda tahunan namun tidak sebesar FL, selain
Padang Fair yang sudah lebih dulu berjalan. Agenda pariwisata seni
budaya dan olahraga yang dikemas dalam kegiatan FL cukup variatif.
Dengan adanya dua agenda sekaligus, tentu saja membutuhkan tenaga dan
pemikiran ekstra. Meski dirasakan cukup berat, namun Pemkab Pesisir
Selatan sudah bertekad mensukseskan TdS 2012 dan FL X.
Lepas dari itu, digelarnya berbagai iven kepariwisataan, seni dan
budaya tentu saja bukan sekedar dimaksudkan sebagai pesta tahunan. Ada
target yang ingin dicapai yang pada intinya akan berdampak positif
kepada kemajuan pariwisata daerah. Helat tahunan itu hanyalah salah satu
trik untuk menarik perhatian.
Menyimpulkan tujuan sesungguhnya dari apa yang ingin dicapai Pemkab
Pesisir Selatan, tergambar ada misi peningkatan kunjungan dan menarik
investasi. Dan ini bukan akhir, jika tetap mengacu kepada tujuan
pembangunan daerah itu sendiri. Potensi yang dipandang memungkinkan bagi
Pesisir Selatan untuk menggeliatkan pembangunan tanpa disadari telah
bergeser dari sektor pertanian dan perikanan ke sektor pariwisata.
Apa pasal? Di sektor pertanian ada dilema kepemilikan lahan
masyarakat yang hanya 0,3 hektar per jiwa. Apa yang bisa dihasilkan
untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat dari lahan seluas itu? Di
sektor perikanan? potensi laut yang katanya cukup besar tak mampu diolah
secara optimal karena keterbatasan sarana tangkap dan kelemahan dalam
produksi perikanan.
Di saat yang sama, banyak pihak memandang potensi alam Pesisir
Selatan cukup menjanjikan dijadikan objek pariwisata. Bahkan saat
presiden SBY berkunjung ke daerah ini sekitar tahun 2009 lalu mengaku
takjub dengan keindahan alami yang terpampang sepanjang perjalanan
daratnya menuju Bandara.
Kendala paling mendasar sepertinya dihadapi saat ini dalam
pengembangan pariwisata di Pesisir Selatan adalah soal dana dan
investasi. Jika pengembangan pariwisata di "handle" langsung oleh
pemerintah daerah, diakui oleh para pengambil kebijakan di daerah ini
tidak sanggup mendanai karena anggaran terbatas. Pesisir Selatan sangat
"keteter" membiayai aparaturnya sehingga hampir 70 persen APBD daerah
ini habis untuk gaji pegawai. Dari pengusaha swasta dalam daerah?
Sepertinya belum banyak gerakan untuk mengolah potensi pariwisata dengan
berbagai sebab dan alasan.
Pesisir Selatan bukan daerah awam dalam pariwisata, sebetulnya.
Sejak perencanaan pengembangan pariwisata nasional sekitar tahun 2004
lalu, daerah ini sudah masuk dalam salah satu daftar Rencana
Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) yaitu Kawasan Mandeh Resor
(Mandeh Resort Zone) bersama Bunaken di Indonesia Timur. Tapi apakah
RIPPNAS yang dirancang saat itu di Kementerian Pariwisata masih berlaku
saat ini? Rasanya tidak! Sebab hingga saat ini belum terlihat adanya
upaya pengembangan KMR lebih lanjut. Masa berlalu, kabinet berganti
tinggallah KMR dengan berjuta harapan masyarakatnya. Dengung RIPPNAS pun
pudar laksana awan ditiup angin!
Itu hanya kilas balik! Kita kembali ke kondisi kini! TdS 2012
setidaknya akan membawa ratusan orang dari belasan negara peserta dan
puluhan lainnya (mungkin) dari pengunjung mancanegara ke Sumatera Barat
selama beberapa hari. Satu hari diantaranya mereka akan berada di
Pesisir Selatan. Apakah ada diantara pengunjung terutama bagi mereka
yang memiliki dana, yang jatuh cinta kepada kecantikan Pesisir Selatan?
Banyak kalangan memberikan teori akan terjadi geliat ekonomi cukup
besar ketika potensi pariwisata telah berhasil dikembangkan. Ini tak
bisa dipungkiri karena majunya pariwisata akan memberikan efek cukup
besar bagi peningkatan perekonomian. Disana akan terbuka lowongan kerja,
peluang usaha dan jasa. Tentunya ini juga menjadi impian dan harapan
masyarakat di Pesisir Selatan.
Penyelenggaraan FL X yang "tandem" dengan TdS 2012 mengundang
semangat baru dan diharapkan dapat menarik masuknya investasi, memicu
peningkatan kunjungan wisata dan menggeliatkan dunia kepariwisataan yang
berdampak luas (multiply effect) terhadap sendi perekonomian. Namun
iven seperti ini sebaiknya tidak dijadikan akhir dari perjuangan, tetapi
hanyalah sebagai variasi dari berbagai upaya yang dilakukan. Jika
kekuatan permodalan di dalam daerah, baik dari pemerintah daerah atau
pengusaha lokal mumpuni, ada baiknya diberdayakan. Namun jika ini tidak
memungkinkan, maka tak lain langkah berikutnya adalah menarik investasi
luar. Apa yang harus dilakukan ketika ini menjadi langkah pilihan? Tentu
saja pertama sekali adalam iklim investasi yang kondusif dari segi
keamanan dan kenyamanan.
Itu saja dulu! Bila saja ini tercipta, sebetulnya untuk pengembangan
objek tidaklah begitu membutuhkan biaya besar. Intinya regulasi harus
memihak kepada kenyamanan investasi namun jangan sampai mengorbankan
kepentingan masyarakat. Kemudian adanya keluhan calon investor terhadap
minimnya sarana prasarana infrastruktur mestilah mendapat perhatian
serius. Jalan-jalan mesti dibenahi, hingga kepada persoalan listrik pun
harus dituntaskan.
Tanpa menyebutkan satu persatu, sebetulnya sudah banyak investor
kepariwisataan yang masuk dalam daftar calon dan sudah menjejak langkah
di titik-titik strategis di Pesisir Selatan. Mulai dari investor dalam
negeri hingga mancanegara sudah pernah meretas jalan ke Pesisir Selatan.
Namun hingga kini sepertinya masih undur surut untuk memulai. Ini
menjadi satu session khusus hendaknya oleh pemerintah daerah, yaitu sesi
lobi. Bagaimana meyakinkan dan memberi keyakinan! Meyakinkan tentang
potensi dan memberikan keyakinan tentang kenyamanan investasi.
Akhirnya, kita semua berharap apapun upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah mendapat dukungan dari masyarakat. Karena pariwisata
merupakan potensi terbesar Pesisir Selatan yang selama ini belum
tergarap, sudah saatnya pemerintah daerah dan masyarakat dapat saling
bersinergi dalam program guna memacu pengembangan pariwisata sehingga
apa yang menjadi motto "Pariwisata Untuk kesejahteraan masyarakat" bukan
lagi sekedar slogan kosong yang terpampang di pinggir jalan. Mari
sambut FL X dan TdS 2012 dengan tekad " Pesisir Selatan Siap menjadi
Daerah Pariwisata!". ( Febry D Chaniago/padangmedia)